Faktor Resiko ISPA Pada Balita

Melanjukan tulisan terdahulu tentang ISPA serta klasifikasi ISPA pada Balita, maka kita perlu mengetahui beberapa faktor resiko ISPA pada Balita. Berbagai publikasi melaporkan tentang faktor resiko yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas pneumonia. Jika dibuat daftar faktor resiko tersebut adalah sebagai berikut :

a. Faktor resiko yang meningkatkan insiden pneumonia

· Umur < 2 bulan

· Laki-laki

· Gizi kurang

· Berat badan lahir rendah

· Tidak mendapat ASI memadai

· Polusi udara

· Kepadatan tempat tinggal

· Imunisasi yang tidak memadai

· Membedong anak (menyelimuti berlebihan)

· Defisiensi vitamin A

b. Faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia

· Umur < 2 bulan

· Tingkat sosial ekonomi rendah

· Gizi kurang

· Berat badan lahir rendah

· Tingkat pendidikan ibu yang rendah

· Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah

· Kepadatan tempat tinggal

· Imunisasi yang tidak memadai

· Menderita penyakit kronis

Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak , serta faktor perilaku.

1. Faktor lingkungan

a. Pencemaran udara dalam rumah

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi.

Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara, diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis, pneumonia pada anak-anak yang tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6 – 10 tahun.

b. Ventilasi rumah

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang optimum bagi pernapasan.

2. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara.

3. Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.

4. Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.

5. Mengeluakan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh, kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal.

6. Mendisfungsikan suhu udara secara merata.

c. Kepadatan hunian rumah

Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8m². Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.

Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan memberi korelasi yang tinggi pada faktor ini.

2. Faktor individu anak

a. Umur anak

Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit pernapasan oleh veirus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6 –12 bulan.

b. Berat badan lahir

Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya.

Penelitian menunjukkan bahwa berat bayi kurang dari 2500 gram dihubungkan dengan meningkatnya kematian akibat infeksi saluran pernafasan dan hubungan ini menetap setelah dilakukan adjusted terhadap status pekerjaan, pendapatan, pendidikan. Data ini mengingatkan bahwa anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah tidak mengalami rate lebih tinggi terhadap penyakit saluran pernapasan, tetapi mengalami lebih berat infeksinya.

c. Status gizi

Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh : umur, keadaan fisik, kondisi kesehatannya, kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan aktivitas dari si anak itu sendiri. Penilaian status gizi dapat dilakukan antara lain berdasarkan antopometri : berat badan lahir, panjang badan, tinggi badan, lingkar lengan atas.

Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Disamping itu adanya hubungan antara gizi buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap infeksi.

Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang “ISPA berat” bahkan serangannya lebih lama.

d. Vitamin A

Sejak tahun 1985 setiap enam bulan Posyandu memberikan kapsul 200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan empat tahun. Balita yang mendapat vitamin A lebih dari 6 bulan sebelum sakit maupun yang tidak pernah mendapatkannya adalah sebagai resiko terjadinya suatu penyakit sebesar 96,6% pada kelompok kasus dan 93,5% pada kelompok kontrol.

Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik dan tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bila antibodi yang ditujukan terhadap bibit penyakit dan bukan sekedar antigen asing yang tidak berbahaya, niscaya dapatlah diharapkan adanya perlindungan terhadap bibit penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang tidak terlalu singkat. Karena itu usaha massal pemberian vitamin A dan imunisasi secara berkala terhadap anak-anal prasekolah seharusnya tidak dilihat sebagai dua kegiatan terpisah. Keduanya haruslah dipandang dalam suatu kesatuan yang utuh, yaitu meningkatkan daya tahan tubuh dan erlindungan terhadap anak Indonesia sehingga mereka dapat tumbuh, berkembang dan berangkat dewasa dalam keadaan yang sebaik-baiknya.

e. Status Imunisasi

Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkenbangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat.

Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT) 6% lematian pneumonia dapat dicegah.

3. Faktor perilaku

Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.

Peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit.

Keluarga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini pneumonia dan kapan mencari pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan kesehatan agar penyakit anak balitanya tidak menjadi lebih berat. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan dengan jelas bahwa peran keluarga dalam praktek penanganan dini bagi balita sakit ISPA sangatlah penting, sebab bila praktek penanganan ISPA tingkat keluarga yang kurang/buruk akan berpengaruh pada perjalanan penyakit dari yang ringan menjadi bertambah berat.

Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhannya dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu: perawatan penunjang oleh ibu balita; tindakan yang segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit balita; pencarian pertolongan pada pelayanan kesehatan.

Klasifikasi ISPA Pada Balita

ISPA merupakan penyakit penyebab kematian tertinggi balita di Indonesia. Kriteria penderita ISPA dalam penata laksanaannya adalah balita dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernafas. Pola tatalaksana penderita ini terdiri dari 4 bagian, yaitu :

a. Pemeriksaan

b. Penentuan ada tidaknya tanda bahaya

c. Penentuan klasifikasi penyakit

d. Pengobatan

Dalam menentukan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok, yaitu kelompok untuk umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun dan kelompok untuk umur kurang 2 bulan.

a. Untuk kelompok umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun klasifikasi di bagi atas :pneumonia

· Pneumonia berat

· Pneumonia

· Bukan pneumonia

b. Untuk kelompok umur kurang 2 bulan klasifikasi dibagi atas :

· Pneumonia berat

· Bukan pneumonia

Klasifikasi bukan pneumonia mencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dengan demikian klasifikasi bukan pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA lain di luar pneumonia seperti batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsillitis.

Pola tatalaksana ISPA yang diterapkan dimaksudkan untuk tatalaksana penderita pneumonia berat, pneumonia, dan batuk pilek biasa. Hal ini berarti penyakit yang penanggulangannya dicakup oleh Program P2 ISPA adalah pneumonia berat, pneumonia, dan batuk pilek biasa, sedangkan penyakit ISPA lain seperti pharyngitis, tonsillitis, dan otitis belum dicakup oleh program ini. Menurut tingkatannya pneumonia di klasifikasikan sebagai berikut :

1. Pneumonia berat

Berdasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing) pada anak usia 2 tahun – < 5 tahun. Sementara untuk kelompok usia < 2 bulan, klasifikasi pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat (fast brething), yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah kedalam (severe chest indrawing).

1. Pneumonia

Berdasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai adanya nafas cepat sesuai umur. Batas nafas cepat (fast brething) pada anak usia 2 bulan sampai <1 tahun adalah 50 kali atau lebih permenit sedangkan untuk anak usia 1 sampai <5 tahun adalah 40 kali atau lebih per menit atau

2. Bukan Pneumonia

Mencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dengan demikian klasifikasi bukan pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA lain diluar pneumonia seperti batuk pilek biasa (common cold), phryngitis, tonsilitas, otitis atau penyakit ISPA non pnumonia lainnya.

Untuk tatalaksana penderita di rumah sakit atau sarana kesehatan rujukan bagi kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun, dikenal pula diagnosis pneumonia sangat berat yaitu batuk atau kesukaran bernafas yang disertai adanya gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum.


Sumber:

Depkes RI, Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA, 2001

Aspek Klimatologi Pencemaran Udara

Pencemaran udara berbeda pada satu tempat dengan tempat lain karena adanya perbedaan kondisi pencahayaan, kelembaban, temperatur, angin serta hujan yang akan membawa pengaruh besar dalam penyebaran dan difusi pencemar udara yang diemisikan baik dalam skala lokal (kota tersebut) atau skala regional (kota dan sekitarnya).

1. Kelembaban

Kelembaban udara menyatakan banyaknya uap air dalam udara. Kandungan uap air ini penting karena uap air mempunyai sifat menyerap radiasi bumi yang akan menentukan cepatnya kehilangan panas dari bumi sehingga dengan sendirinya juga ikut mengatur suhu udara.

Fog (kabut) terbentuk ketika udara lembab dan mengembun, jenis partikel cair ini merugikan karena memudahkan perubahan SO3 menajdi H2SO4. Selain itu fog yang terjadai di daerah lembab akan menghalangi matahari memanasi permukaan bumi untuk memcah inversi, akibatnya sering memperpanjang waktu kejadian pencemaran udara.

Kelembaban udara yang relatif rendah (< 60%) di daerah tercemar SO2 akan mengurangi efek korosif dari bahan kimia tersebut sedangkan pada kelembaban relative lebih atau sama dengan 80% di daerah tercemar SO2 akan terjadi peningkatan efek korosif SO2 tersebut.

Kondisi udara yang lembab akan membantu proses pengendapan bahan pencemar, sebab dengan keadaan udara yang lembab maka beberapa bahan pencemar berbentuk partikel (misalnya debu) akan berikatan dengan air yang ada dalam udara dan membentuk partikel yang berukuran lebih besar sehingga mudah mengendap ke permukaan bumi oleh gaya tarik bumi.lingkungan

2. Suhu

Salah satu karaktersitik atmosfir yang penting adalah kestabilan atmosfir itu sendiri yaitu kecenderungan untuk memperbanyak atau menahan pergerakan udara vertikal. Pada kondisi stabil pergerakkan udara ditahan atau tidak banyak terjadi pergerakkan vertikal. Kondisi ini dipengaruhi oleh distribusi suhu udara secara vertikal.

Suhu udara menurun ± 1 °C per kenaikan ketinggian 100 meter, namun pada malam hari lapisan udara yang dekat dengan permukaan bumi mengalami pendinginan terlebih dahulu sehingga suhu pada lapisan udara di lapisan bawah dapat lebih rendah daripada atasnya. Kondisi metereologi itu disebut inversi yaitu suhu udara meningkat menurut ketinggian lapisan udara, yang memerlukan pada kondisi stabil dan tekanan tinggi. Gradien tekanan pada kondisi tersebut menjadi lemah sehingga angin menjadi lambat yang menyebabkan penurunan penyebaran zat pencemar secara horisontal. Sementara itu tidak terjadi perpindahan udara vertikal yang menyebabkan penurunan zat pencemar secara vertikal dan meningkatkan akumulasi lokal. Hal ini dapat berakibat buruk bagi kesehatan manusia. Namun inversi dapat menghilang setelah pagi hari ketika radiasi matahari menyinari permukaan bumi.

Suhu dapat menyebabkan polutan dalam atmosfir yang lebih rendah dan tidak menyebar. Peningkatan suhu dapat menjadi ketalisator atau membantu mempercepat reaksi kimia perubahan suatu polutan udara. Pada musim kemarau dimana keadaan udara lebih kering dengan suhu cenderung meningkat serta angin yang bertiup lambat dibanding dengan keadaan hujan maka polutan udara pada keadaan musim kemarau cenderung tinggi karena tidak terjadi pengenceran polutan di udara.

Suhu yang menurun pada permukaan bumi dapat menyebabkab peningkatan kelembaban udara relatif sehingga akan meningkatkan efek korosif bahan pencemar. Sedangkan pada suhu yang meningkat akan meningkatkan pula reaksi suatu bahan kimia. Inversi suhu dapat mengakibatkan polusi yang serius karena inversi dapat menyebabkan polutan terkumpul di dalam atmosfer yang lebih rendah dan tidak menyebar. Selain hal itu suhu udara yang tinggi akan menyebabkan udara makin renggang sehingga konsentrasi pencemar menjadi makin rendah dan sebaliknya pada suhu yang dingin keadaan udara makin padat sehingga konsentrasi pencemar di udara makin tinggi. Suhu udara yang tinggi akan menyebabkan bahan pencemar dalam udara berbentuk partikel menjadi kering dan ringan sehingga bertahan lebih lama di udara, terutama pada musim kemarau dimana hujan jarang turun.

Selain itu pula pergerakkan udara di atmosfer dapat terjadi secara vertikal maupun horizontal. gerakan horizontal disebabkan oleh aliran angin, jika angin yang terjadi bersifat aktif dan kekuatannya cukup, polutan tidak mempunyai waktu cukup untuk mengumpul karena cepat disebarkan. atmosfer di sekeliling gunung, bukit dan bangunan-bangunan daerah perkotaan akan memperlambat dan mencegah gerakan angin sehingga mengurangi gerakan udara horizontal karena gerakan horizontal terbatas dipersi polutan menjadi tergantung pada pergerakan udara vertikal. Radiasi sinar matahari dapat mempengaruhi kondisi bahan pencemar oksidan terutama O3 di atmosfer. Keadaan tersebut dapat menyebabkan meningkatnya rangsangan bahan pencemar untuk merusak bahan.

Dengan demikian gambaran klimatologi tertentu, yang bersifat dan berkarakteristik khusus pada suatu tempat, akan mempengaruhi fluktuasi dan variasi temporal konsentrasi pencemaran udara di suatu tempat tersebut dan pola klimatologi akan sesuai dengan karakteristik dan intensitas emisi pencemaran udara yang berasal dari tempat lainnya. Dengan demikian tinjauan klimatologi pencemaran udara akan berskala temporal dan spasial makro.

Sumber :

Achmadi, Pengukuran Dampak Kesehatan (Penyakit) Akibat Perubahan Lingkungan, 1993.

Mukono, Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan Saluran Pernafasan, 1997

Fardiaz, Polusi Air dan Udara, 1992

Soedomo, Pencemaran Udara, 2000

Dampak Sulfur Oksida (SOx) Terhadap Kesehatan

Sulfur yang ada di udara hanya sepertiga yang merupakan hasil aktivitas manusia, dan kebanyakan dalam bentuk SO2, sedangkan duapertiga dari jumlah sulfur di udara berasal dari sumber-sumber alam seperi volkano dan terdapat dalam bentuk H2S dan oksida.

Udara yang tercemar Sulfur Oksida (SOx) menyebabkan manusia akan mengalami gangguan pada sistem pernafasannya. Hal ini karena gas SOx yang mudah menjadi asam tersebut menyerang selaput lendir pada hidung, tenggorokan, dan saluran nafas yang lain sampai ke paru-paru. Serangan gas SOx tersebut menyebabkan iritasi pada bagian tubuh yang terkena.

Pengaruh utama polutan SOx terhadap manusia adalah iritasi sistem pernafasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada konsentrasi SO2 sebesar 5 ppm atau lebih, bahkan pada beberapa individu yang sensitive iritasi terjadai pada konsentrasi 1-2 ppm. SO2 dianggap polutan yang berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap orang tua dan penderita yang mengalami penyakit kronis pada sistem pernafasan dan kardiovaskular.

Sulfur dioksida (SO2) bersifat iritan kuat pada kulit dan lendir, pada konsentrasi 6-12 ppm mudah diserap oleh selaput lendir saluran pernafasan bagian atas, dan pada kadar rendah dapat menimbulkan spesme tergores otot-otot polos pada bronchioli, speme ini dapat menjadi hebat pada keadaan dingin dan pada konsentrasi yang lebih besar terjadi produksi lendir di saluran pernafasan bagian atas, dan apabila kadarnya bertambah besar maka akan terjadi reaksi peradangan yang hebat pada selaput lendir disertai dengan paralycis cilia, dan apabila pemaparan ini terjadi berulang kali, maka iritasi yang berulang-ulang dapat menyebabkan terjadi hyper plasia dan meta plasia sel-sel epitel dan dicurigai dapat menjadi kanker.

Sumber:

Fardiaz, Polusi Air dan Udara, 1992

Soemirat, Epidemiologi Lingkungan, 2002

Wardhana, Dampak Pencemaran Lingkungan, 2001

Dampak Nitrogen Oksida (NOx) Terhadap Kesehatan

Gas nitrogen oksida (NOx) ada dua macam yaitu gas nitrogen monoksida dan gas nitrogen dioksida. Kedua macam gas tersebut mempunyai sifat yang sangat berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan. Udara yang mengandung gas NO dalam batas normal relatif aman dan tidak berbahaya, kecuali bila gas NO berada dalam konsentrasi tinggi.

Sifat racun (toksisitas) gas NO2 empat kali lebih kuat daripada toksisitas gas NO. Organ tubuh yang paling peka terhadap pencemaran gas NO2 adalah paru-paru. Paru-paru yang terkontaminasi oleh gas NO2 akan membengkak sehingga penderita sulit bernafas yang dapat mengakibatkan kematian.

Konsentrasi NO2 lebih tinggi dari 100 ppm bersifat letal pada hewan percobaan , dan 90% dari kematian tersebut disebabkan oleh gejala edema pulmonary. Pemberian sebanyak 5 ppm NO2 selama 10 menit terhadap manusia mengakibatkan sedikit kesukaran dalam bernafas.

Pencemaran udara oleh gas NOx juga dapat menyebabkan timbulnya Peroxy Acetil Nitrates (PAN). PAN ini menyebabkan iritasi pada mata yang menyebabkan mata terasa pedih dan berair. Campuran PAN bersama senyawa kimia lainnya yang ada di udara dapat menyebabkan terjadinya kanut foto kimia atau Photo Chemistry Smog yang sangat mengganggu lingkungan.

Sumber:

Fardiaz, Polusi Air dan Udara, 1992

Wardhana, Dampak Pencemaran Lingkungan, 2001

Dampak Karbon Monoksida (CO) Terhadap Kesehatan

Di udara, Karbon Monoksida (CO) terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit, hanya sekitar 0,1 ppm. Di daerah perkotaan dengan lalu lintas yang padat konsentrasi gas CO berkisar antara 10-15 ppm. Sudah sejak lama diketahui bahwa gas CO dalam jumlah banyak (konsentrasi tinggi) dapat menyebabkan gangguan kesehatan bahkan juga dapat menimbulkan kematian.

Karbon monoksida (CO) apabila terhirup ke dalam paru-pari akan ikut peredaran darah dan akan menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini dapat terjadi karena gas CO bersifat racun, ikut bereaksi secara metabolis dengan darah (hemoglobin) :

Hemoglobin + CO ———> COHb (Karboksihemoglobin)

Ikatan karbon monoksida dengan darah (karboksihemoglobin) lebih stabil daripada ikatan oksigen dengan darah (oksihemoglobin). Keadaan ini menyebabkan darah menjadi lebih mudah menangkap gas CO dan menyebabkan fungsi vital darah sebagai pengangkut oksigen terganggu.dampak-co

Dalam keadaan normal konsentrasi CO di dalam darah berkisar antara 0,2% sampai 1,0%, dan rata-rata sekitar 0,5%. Disamping itu kadar CO dalam darah dapat seimbang selama kadar CO di atmosfer tidak meningkat dan kecepatan pernafasan tetap konstan.

Keracunan gas karbon monoksida dapat ditandai dari keadaan ringan, berupa pusing, rasa tidak enak pada mata, sakit kepala, dan mual. Keadaan yang lebih berat dapat berupa detak jantung meningkat, rasa tertekan di dada, kesukaran bernafas, kelemahan otot-otot, gangguan pada sisten kardiovaskuler, serangan jantung sampai pada kematian.

Sumber:

Mukono, Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan Saluran Pernafasan, 1997

Wardhana, Dampak Pencemaran Lingkungan, 2001

Dampak Partikulat Terhadap Kesehatan

Secara sederhana partikulat dapat diartikan sebagai salah satu substansi yang selalu ada dalam udara dan berpotensi mencemari udara. Udara itu sendiri secara umum adalah salah satu faktor pendukung kehidupan di muka bumi dan merupakan campuran gas-gas oksigen, nitrogen, dan gas lainnya. Akan tetapi komponen-komponen yang terdapat dalam udara ambien bukan hanya terbatas pada bentuk gas saja, melainkan terkandung juga di dalamnya zat-zat lain yaitu uap air dan partikulat.a_04_01_27_ispa

Pendapat lain, partikulat adalah zat padat/cair yang halus dan tersuspensi di udara, misalnya embunm debu, asap, fumes, dan fog. Debu adalah zat padat berukuran 0,1-25 mikron, sedangkan fumes adalah zat padat hasil kondensasi gas yang biasanya terjadi setelah proses penguapan logam cair. Dengan demikian fumes berukuran sangat kecil yakni kurang dari 1,0 mikron. Asap adalah karbon (C) yang berdiameter kurang dari 0,1 mikron, akibat dari pembakaran hidrat karbon yang kurang sempurna, demikian pula halnya dengan jelaga. Maka partikulat ini dapat terdiri dari zat organik dan anorganik. Sumber alamiah partikulat atmosfer adalah debu yang memasuki atmosfer karena terbawa angin. Sumber artifisial debu terutama adalah pembakaran (batubara, minyak bumi, dan lain-lain) yang dapat menghasilkan jelaga (partikulat yang terdiri dari karbon dan zat lain yang melekat padanya). Sumber lain adalah segala proses yang menimbulkan debu seperti pabrik semen, industri metalurgi, industri konstruksi, industri bahan makanan dan juga kendaraan bermotor.

Menurut WHO besarnya ukuran partikel debu yang dapat masuk kedalam saluran pernafasan manusia adalah yang berukuran 0,1 µm sampai 10 µm dan berada sebagai suspended particulate matter (partikulat melayang dengan ukuran ≤ 10 µm dan dikenal dengan nama PM10).

Dampak yang ditimbulkan PM10 biasanya bersifat akut pada saluran pernafasan bagian bawah seperti pneumonia dan bronchitis baik pada anak-anak maupun pada orang dewasa.

Salah satu partikulat yang penting dapat menyebabkan ISPA adalah mist asam sulfat (H2SO4). Zat ini dapat mengiritasi membran mukosa saluran pernafasan dan menimbulkan bronco konstriksi karena sifatnya yang iritan. Hal ini dapat merusak terhadap saluran pertahanan pernafasan (bulu hidung, silia, selaput lendir) sehingga dengan rusaknya pertahanan pernafasan ini kuman dengan mudah dapat masuk kedalam tubuh dan menimbulkan penyakit infeksi saluran nafas akut.

Sumber:

Kusnoputranto, Kesehatan Lingkungan, 2000

Soemirat, Epidemiologi Lingkungan, 2002

Fardiaz, Polusi Udara dan Air, 1992

Dampak Pencemaran Udara Terhadap Kesehatan

Pencemaran udara merupakan masalah global. Sumber pencemaran udara adalah terutama pembakaran bahan bakar fosil untuk mendapatkan energi untuk industri dan transportasi.

Pencemaran udara pada dasarnya berbentuk partikel (debu, gas, timah hitam) dan gas (Karbon Monoksida (CO), Nitrogen Oksida (NOx) , Sulfur Oksida (SOx), Hidrogen Sulfida (H2S), hidrokarbon). Udara yang tercemar dengan partikel dan gas ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang berbeda tingkatan dan jenisnya tergantung dari macam, ukuran dan komposisi kimiawinya.

Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat menyebabkan terjadinya:

1. Iritasi pada saluran pernafasan. Hal ini dapat menyebabkan pergerakan silia menjadi lambat, bahkan dapat terhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan.

2. Peningkatan produksi lendir akibat iritasi oleh bahan pencemar.

3. Produksi lendir dapat menyebabkan penyempitan saluran pernafasan.

4. Rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan.

5. Pembengkakan saluran pernafasan dan merangsang pertumbuhan sel, sehingga saluran pernafasan menjadi menyempit.

6. Lepasnya silia dan lapisan sel selaput lendir.

Akibat dari hal tersebut di atas, akan menyebabkan terjadinya kesulitan bernafas sehingga benda asing termasuk bakteri/mikroorganisme lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan dan hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan.

Tulisan Terkait:

Dampak Partkulat Terhadap Kesehatan

Dampak Karbon Monoksida (CO) Terhadap Kesehatan

Dampak Nitroge Oksida (NOx) Terhadap Kesehatan

Dampak Sulfur Oksida (SOx) Terhadap Kesehatan

Dampak Ozon (O3) Terhadap Kesehatan

Aspek Klimatologi Pencemaran Udara

Oksidan Fotokimia

Oksidan fotokimia adalah komponen atmosfer yang diproduksi oleh proses fotomikia, yaitu suatu proses kimia yang mebutuhkan sinar, yang akan mengoksidasi komponen-komponen yang tidak segera dapat dioksidasi oleh gas oksigen. Senyawa yang terbentuk merupakan polutan sekunder yang diproduksi karena interaksi antara polutan primer dengan sinar. oksidan-fotokimiaHidrokarbon merupakan komponen yang berperan dalam produksi oksidan fotokimia. Reaksi ini juga melibatkan siklus fotolitik NO2 . Polutan sekunder yang paling berbahaya yang dihasilkan oleh reaksi hidrokarbon dalam siklus tersebut adalah ozon ( O3 ) dan peroksiasetilnitrat, yaitu salah satu komponen yang paling sederhana dari grup peroksiasilnitrat (PAN).

Oksidan yang terutama adalah ozon (O3), nitrogen dioksida (NO2) dan peroxyacylnitrate (PAN). NO2 berasal dari hasil reaksi fotokimia NO dengan oksigen di udara. Sedangkan ozon dan PAN berasal dari reaksi fotokimia NO, NO2, SO2 dan radiakal hidrokarbon.

Ozon bukan merupakan hidrokarbon tetapi konsentrasi O3 di atmosfer naik sebagai akibat langsung dari reaksi hidrokarbon, sedangkan PAN merupakan turunan hidrokarbon. Hasil reaksi antara O dengan hidrokarbon merupakan produk intermediat yang sangat reaktif yang disebut hidrokarbon radikal bebas (RO2 ). Radikal bebas semacam ini dapat bereaksi lebih lanjut dengan berbagai komponen termasuk NO, NO2 , O2 , O3 , dan hidrokarbon lainnya. Beberapa reaksi yang mungkin terjadi di antara bermacam-macam reaksi tersebut adalah sebagai berikut (Fardiaz, 1992) :

a. Radikal bebas bereaksi cepat dengan NO membentuk NO2 . Karena NO dihilangkan dari siklus tersebut, akibatnya mekanisme normal untuk menghilangkan O3 dari siklus tidak terjadi, sehingga konsentrasi O3 meningkat.

b. Radikal bebas dapat bereaksi dengan O2 dan NO2 membentuk peroksiasilnitrat.

c. Radikal bebas dapat bereaksi dengan hidrokarbon lainnya dan komponen oksigen membentuk komponen-komponen organik lainnya yang tidak diinginkan.

Campuran produk-produk sebagai akibat gangguan hidrokarbon di dalam siklus fotolitik NO2 disebut smog fotokimia, yaitu terdiri dari kumpulan O3 , CO, PAN dan komponen-komponen organik lainnya termasuk aldehide, keton, dam alkil nitrat. Konsentrasi oksidan di udara dipengaruhi oleh ada tidaknya sinar matahari dan kadar bahan-bahan pencemar primernya di udara. Pada siang hari kadar oksidan mencapai titik maksimum dan malam hari kadar oksidant berada pada titik minimumnya.

Terkait: Dampak Ozon (O3) Terhadap Kesehatan

Sumber :

Fardiaz, Polusi Air dan Udara, 2001

Nitrogen Oksida (NOx)

Nitrogen oksida sering disebut dengan NOx, karena oksida nitrogen mempunyai 2 macam bentuk yang sifatnya berbeda, yaitu gas NO2 dan gas NO. Sifat gas NO2 adalah berwarna dan berbau, sedangkan gas NO tidak berwarna dan tidak berbau. Warna gas NO2 adalah merah kecoklatan dan berbau tajam menyengat hidung.

Dari seluruh jumlah NOx yang dibebaskan ke atmosfer, jumlah yang terbanyak adalah dalam bentuk NO yang diproduksi no2oleh aktivitas bakteri. Akan tetapi poluasi NO dari sumber alami ini tidak merupakan masalah karena tersebar secara merata sehingga jumlahnya menjadi kecil. Yang menjadi masalah adalah polusi NO yang diproduksi oleh kegiatan manusia karena jumlahnya akan meningkat hanya pada tempat-tempat tertentu.

Konsentrasi NOx di udara di daeraah perkotaan biasanya 10-100 kali lebih tinggi daripada di udara daerah pedesaan. Konsentrasi NOx di udara daerah perkotaan dapat mencapai 0,5 ppm (500 ppb). Seperti halnya CO, emisi nitrogen oksida dipengaruhi oleh kepadatan penduduk karena sumber utama NOx yang diproduksi manusia adalah dari pembakaran, dan kebanyakan pembakaran disebabkan oleh kendaraan, produksi energi dan pembuangan sampah. Sebagian besar emisi NOx yang dibuat manusia berasal dari pembakaran arang, minyak, gas alam dan bensin.

Oksida yang lebih rendah yaitu NO terdapat di atmosfer dalam jumlah lebih besar daripada NO2 . Pembentukan NO dan NO2 mencakup reaksi antara nitrogen dan oksigen di udara sehingga membentuk NO, kemudian reaksi selanjutnya antara NO dengan lebih banyak oksigen membentuk NO2. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut :

N2 + O2 ———-> 2NO

2NO + O2 ————> 2NO2

Udara terdiri dari sekitar 80% volume nitrogen dan 20% volume oksigen. Pada suhu kamar kedua gas ini hanya sedikit mempunyai kecenderungan untuk bereaksi satu sama lain. Pada suhu yang lebih tinggi (di atas 1210oC) keduanya dapat bereaksi membentuk nitric oksida dalam jumlah tinggi sehingga mengakibatkan polusi udara. Dalam proses pembakaran, suhu yang digunakan biasanya mencapai 1210-1765oC dengan adanya udara, oleh karena itu reaksi ini merupakan sumber NO yang penting. Jadi reaksi pembentukan NO merupakan hasil samping dalam proses pembakaran.

Pembentukan NO dirangsang hanya pada suhu tinggi, oleh karena itu NO di dalam campuran ekuilibrium pada suhu tinggi akan terdisosiasi kembali menjadi N2 dan O2 jika suhu campuran tersebut diturunkan perlahan-lahan untuk memberikan waktu yang cukup bagi NO untuk terdisosiasi. Akan tetapi jika campuran ekuilibrium tersebut didinginkan secara mendadak, akan banyak NO yang masih terdapat pada campuran suhu rendah tersebut. Pendinginan cepat tersebut sering terjadi pada proses pembakaran.

Reaksi pembentukan NO2 dari NO dan O2 terjadi dalam jumlah relatif kecil, meskipun dengan adanya udara berlebih. Hal ini berbeda dengan reaksi pembentukan CO2 dari CO dan O2, dimana kelebihan udara akan mengakibatkan pembentukan CO2 secara cepat. Pembentukan NO2 yang lambat ini disebabkan kecepatan reaksi sangat dipengaruhi oleh suhu dan konsentrasi NO. Reaksi pembentukan NO2 berlangsung lebih lambat pada suhu yang lebih tinggi. Pada suhu 1100oC jumlah NO2 yang terbentuk biasanya kurang dari 0,5% dari total NOx . kecepatan reaksi pembentukan NO2 dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen dan kuadrat dari konsentrasi NO. Hal ini berarti jika konsentrasi NO bertambah menjadi dua kalinya maka kecepatan reaksi akan naik menjadi empat kalinya, dan jika konsentrasi NO berkurang menjadi setengahnya. NO yang dikeluarkan ke udara luar bersama-sama dengan gas buangan lainnya akan mengalami pendinginann secara cepat dan terencerkan sebanyak 100 kalinya.

Dampak NOx Terhadap Kesehatan

Sumber :

Wardhana, Dampak Pencemaran Lingkungan, 2001

Ferdiaz, Polusi Air dan Udara, 1992